Rabu, 18 Juni 2008

SKB 3 Mentri Tentang Ahmadiyah

SKB 3 Mentri Tentang Ahmadiyah

Menyusul kisruh tentang ajaran Ahmadiyah yang berujung bentrok di Monas pada awal bulan Juni ini, pihak penguasa pemerintah mengeluarkan satu keputusan yang dituangkan salam SKB tiga menteri. SKB yang banyak ditunggu berbagai pihak ternyata belum memenuhi harapan sebagian kalangan [ormas Islam]. SKB belum secara tegas melarang atau membubarkan Ahmadiyah Indonesia, yang selama ini dianggap telah menodai ajaran Islam dengan mengakui dan meyakini ada Nabi yang diutus dan menerima wahyu setelah Nabi Muhammad SAW. Menurut keyakinan Ahmadiyah, Khatam al Anbiya wa al Mursalin [Penutup para Nabi dan Rasul] bermakna lain. Sehingga Mirza Ghulam Ahmad [la'natulloh 'alayhi] didaulat menjadi Nabi.

Jauh sebelum Mirza [La'natulloh 'alayhi] sudah banyak yang mengaku menjadi Nabi dan Rasul, sebut saja yang fenomenal, Musailamah al Kadzdzab, pemimpin bani Hanifah yang mengaku menerima wahyu dan menyatakan diri sebagai Nabi. Pertempuran Yamamah yang banyak memakan korban adalah pertempuran yang dilakukan khalifah Abu Bakar as Shiddiq terhadap kelompok pembangkang ini.

Berikut petikan SKB 3 Menteri

KEPUTUSAN BERSAMA
MENTERI AGAMA, JAKSA AGUNG, DAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

Nomor : 3 Tahun 2008
Nomor : KEP-033/A/JA/6/2008
Nomor : 199 Tahun 2008

TENTANG
PERINGATAN DAN PERINTAH KEPADA PENGANUT, ANGGOTA, DAN/ATAU
ANGGOTA PENGURUS JEMAAT AHMADIYAH INDONESIA (JAI) DAN WARGA MASYARAKAT

MENTERI AGAMA, JAKSA AGUNG, DAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

Menimbang :
a. Bahwa hak beragama adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun, setiap orang bebas untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu, negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu, dan dalam menjalankan hak dan kebebasannya setiap orang wajib menghormati hak asasi orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang;

b. Bahwa setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang suatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari agama itu, penafsiran dan kegiatan mana menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu;

c. Bahwa Pemerintah telah melakukan upaya persuasif melalui serangkaian kegiatan dan dialog untuk menyelesaikan permasalahan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) agar tidak menimbulkan keresahan dalam kehidupan beragama dan mengganggu keten-teraman dan ketertiban kehidupan bermasyarakat, dan dalam hal ini Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) telah menyampaikan 12 (dua belas) butir Penjelasan pada tanggal 14 Januari 2008;

d. Bahwa dari hasil pemantauan terhadap 12 (dua belas) butir Penjelasan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) sebagaimana dimaksud pada huruf c, Tim Koordinasi Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakat (PAKEM) menyimpulkan bahwa meskipun terdapat beberapa butir yang telah dilaksanakan namun masih terdapat beberapa butir yang belum dilaksanakan oleh penganut, anggota, dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) sehingga dapat mengganggu ketenteraman dan ketertiban kehidupan bermasyarakat ;

e. Bahwa warga masyarakat wajib menjaga dan memelihara kerukunan umat beragama untuk menciptakan ketenteraman dan ketertiban kehidupan bermasyarakat demi terwujudnya persatuan dan kesatuan nasional;

f. Bahwa dengan maksud untuk menjaga dan memupuk ketenteraman beragama dan ketertiban kehidupan bermasyarakat, serta berdasarkan pertimbangan pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e perlu menetapkan Keputusan Bersama Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia tentang Peringatan dan Perintah Kepada Petiganut, Anggota, dan/atau Anggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan Warga Masyarakat;

Mengingat :
1. Pasal 28E, Pasal 281 ayat (1), Pasal 28J, dan Pasal 29 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 156 dan Pasal 156a;

3. Undang-Undang Nomor 1/PnPs/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama jo. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1969 tentang Pernyataan Berbagai Penetapan Presiden dan Peraturan Presiden sebagai Undang-Undang;

4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan;

5. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia;

6. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia;

7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005;

8. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik;

9. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1986 tentang Pelaksanaan Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan;

10. Keputusan Presiden Nomor 86 Tahun 1989 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia;

11. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia yang telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2005;

12. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia yang telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2005;

13. Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1979 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penyiaran Agama dan Bantuan Luar Negeri kepada Lembaga Keagamaan di Indonesia;

14. Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: KEP004/J.A/01/1994 tanggal 15 Januari 1994 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakat (PAKEM);

15. Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: KEP-115/J.A/10/1999 tanggal 20 Oktober 1999 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia;

16. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 130 Tahun 2003 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Dalam Negeri;

17. Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Agama;

Memperhatikan :
1. Hasil Rapat Tim Koordinasi PAKEM Pusat tanggal 12 Mei 2005;
2. Hasil Rapat Tim Koordinasi PAKEM Pusat tanggal 15 Januari 2008;
3. Hasil Rapat Tim Koordinasi PAKEM Pusat tanggal 16 April 2008;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :
KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI AGAMA, JAKSA AGUNG, DAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERINGATAN DAN PERINTAH KEPADA PENGANUT, ANGGOTA, DAN/ATAU ANGGOTA PENGURUS JEMAAT AHMADIYAH INDONESIA (JAI) DAN WARGA MASYARAKAT

KESATU :
Memberi peringatan dan memerintahkan kepada warga masyarakat untuk tidak menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum melakukan penafsiran tentang suatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan keagamaan dari agama itu yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu.

KEDUA :
Memberi peringatan dan memerintahkan kepada penganut, anggota, dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI), sepanjang mengaku beragama Islam, untuk menghentikan penyebaran penafsiran dan kegiatan yang menyimpang dari pokokpokok ajaran Agama Islam yaitu penyebaran faham yang mengakui adanya nabi dengan segala ajarannya setelah Nabi Muhammad SAW.

KETIGA :
Penganut, anggota, dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) yang tidak mengindahkan peringatan dan perintah sebagaimana dimaksud pada Diktum KESATU dan Diktum KEDUA dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan, termasuk organisasi dan badan hukumnya.

KEEMPAT :
Memberi peringatan dan memerintahkan kepada warga masyarakat untuk menjaga dan memelihara kerukunan umat beragama serta ketenteraman dan ketertiban kehidupan bermasyarakat dengan tidak melakukan perbuatan dan/atau tindakan melawan hukum terhadap penganut, anggota, dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI).

KELIMA :
Warga masyarakat yang tidak mengindahkan peringatan dan perintah sebagaimana dimaksud pada Diktum KESATU dan Diktum KEEMPAT dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

KEENAM :
Memerintahkan kepada aparat Pemerintah dan pemerintah daerah untuk melakukan langkah-langkah pembinaan dalam rangka pengamanan dan pengawasan pelaksanaan Keputusan Bersama ini.

KETUJUH :
Keputusan Bersama ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 9 Juni 2008

Tidak ada komentar: